Senin, 25 Mei 2009

Filsafat Pendidikan Kristen

FILSAFAT PENDIDIKAN KRISTEN

I. PENDAHULUAN
Filsafat merupakan pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang menjadi dasar di dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Adapun dasar dalam hal ini adalah prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang mereka gunakan dalam melakukan segala sesuatu. Prinsip-prinsip dan nilai-nilai tersebut merupakan jawaban dari pertanyaan yang harus dijawab dalam membentuk suatu filsafat, yaitu apa yang nyata? (Metafisika); apa yang benar?(Epistemologi); dan apa yang berharga? (Aksiologi). Dengan demikian, di dalam pendidikan pun terdapat suatu filsafat yang merupakan dasar dalam menjalankan proses pendidikan itu sendiri.
Makalah ini akan memaparkan mengenai pandangan pribadi atau filsafat terhadap pendidikan Kristen. Adapun, pemaparan ini akan mencakup dasar, alasan, dan penjelasan termasuk aspek epistemologi, aksiologi, teleologi dan ontologi yang mendukung filsafat itu sendiri.

II. ISI
Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Maksudnya, melalui pendidikan, manusia meneruskan pengetahuan atau apa yang mereka ketahui kepada generasi berikutnya. Dengan demikian, tanpa adanya pendidikan, tidak akan ada generasi penerus yang lebih baik dari pada generasi sebelumnya. Hal ini berbeda dengan Pendidikan Kristen. Pendidikan Kristen tidak hanya sekedar meneruskan pengetahuan kepada generasi berikutnya, tetapi menyoroti dan mengajarkan semua aspek di dalam kehidupan manusia itu sendiri termasuk karakter, potensi dan panggilan masing-masing mereka dengan berlandaskan pada kebenaran Firman Tuhan.
Berdasarkan paparan di atas, didapat bahwa Pendidikan Kristen merupakan pelita menyala yang membawa dan menuntun manusia untuk kembali ke rencana Allah semula. Dalam hal ini, pendidikan dipakai untuk menuntun manusia menuju kebenaran yaitu Yesus Kristus. Jika ditilik dari definisinya, pelita hanyalah sebatas alat. Apabila tidak ada sumber cahaya yang membuatnya menyala maka ia tidak akan berguna. Adapun, sumber cahaya itu adalah Kristus sendiri yang direfleksikan melalui Alkitab. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa yang menjadi inti dan pusat dari pendidikan Kristen itu adalah Yesus Kristus. “kembali ke rencana Allah semula” berarti membawa manusia kepada karakter Allah melalui teladan pribadi Yesus Kristus. Hal ini dikarenakan mulanya manusia diciptakan serupa dan segambar dengan Allah. Dengan demikian, mereka merefleksikan karakter Allah. Namun, karena kejatuhan, karakter Allah dalam diri manusia telah rusak dan terkorupsi. Disinilah peran pendidikan, yaitu untuk mengembalikan karakter Allah yang semula di dalam diri manusia dengan berpedoman pada teladan Yesus Kristus.
Adapun dasar pemikiran filosofi tersebut berangkat dari Mazmur 119:105, Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku. Pendidikan Kristen adalah pendidikan yang berpusatkan pada Firman Tuhan. Dengan demikian yang menjadi sumber pelita dalam hal konteks ini adalah Firman Tuhan sendiri.
Pernyataan di atas juga didukung oleh 2 Timotius 3:16, Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakukan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Jadi, melalui pendidikan yang berdasarkan Firman Tuhanlah yang mampu menuntun manusia menjadi pribadi yang berkenan di hadapan Allah dengan meneladani pribadi Yesus Kristus. Hal ini dikarenakan tujuan utama dari pendidikan Kristen bukan hanya untuk mengembangkan intelektual manusia tetapi juga karakter yang seturut dengan kehendak Allah. Dengan kata lain, melalui Firman Tuhan inilah, kita dipimpin dan dididik di dalam kebenaran itu sendiri yaitu Yesus Kristus.
Berdasarkan dasar pemikiran di atas, alasan-alasan filosofis yang mendasari filsafat pendidikan kami adalah berangkat dari penciptaan, Awalnya manusia diciptakan seturut dengan rupa dan gambar Allah (Imago Dei). Selaku Imago Dei, manusia juga memiliki atribut-atribut Allah seperti kasih, kebenaran, kekudusan dan masih banyak atribut yang lainnya. Jadi, awalnya manusia benar-benar merepresentasikan siapa Sang Pencipta.
Namun, terjadinya peristiwa kejatuhan manusia ke dalam dosa telah mengakibatkan rupa dan gambar Allah yang ada dalam diri manusia menjadi tercemar. Tidak hanya itu, standar dan pengertian manusia pun tidak sama lagi dengan standar yang dimiliki oleh Allah. Jadi sejak peristiwa kejatuhan itulah status manusia bukan lagi sebagai imago dei melainkan ciptaan yang bernatur dosa.
Dengan keberadaannya yang berdosa, manusia tidak akan pernah dapat menyelesaikan persoalan dosa, karena dia hanyalah ciptaan dan bukan pencipta. Inisiasi dari Allah itulah jawaban yang dapat menyelesaikan persoalan dosa ini. Bentuk inisiasi yang ditunjukkan Allah kepada manusia adalah melalui inkarnasi Kristus. Inkarnasi atau penjelmaan Kristus sebagai manusia memungkinkan terjadinya pemulihan hubungan antara Allah dan manusia yang terlukiskan pada karya Kristus diatas kayu salib. Karya salib Kristus merupakan penggenapan sekaligus pemenuhan akan kasih dan keadilan Allah yang dapat berjalan beriringan. Karya salib Kristus bukan hanya memulihkan hubungan antara Allah dan manusia saja, melainkan menjadikan manusia mengalami yang hidup baru. Selaku pihak yang mengalami hidup baru, maka manusia memperoleh status dan keberadaan yang baru yaitu ciptaan baru.
Melalui status dan keberadaan sebagai ciptaan baru telah memungkinkan manusia untuk menghidupi suatu perjalanan menuju ke arah kesempurnaan yang kekal. Itulah masa bagi manusia untuk menghidupi suatu hidup dalam pengudusan setiap hari dan yang berlangsung secara kontinu yang dikerjakan oleh Allah melalui Roh Kudus.
Dengan memerhatikan alasan-alasan filosofis diatas, maka peranan dari pendidikan dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk menuntun manusia menjadi seperti rencana semula Allah yakni menjadi seperti Kristus, sehingga dapat mengikuti standar-standar Allah yang semula. Hal ini tentu saja dikarenakan secara natur, manusia sudah diciptakan didalam Kristus.
Selain dasar dan alasan-alasan filosofis, arah pikiran Pendidikan Kristen adalah:
· Christ Centered; Tuhanlah yang merupakan pusat dari pembelajaran. Elemen apapun dalam pendidikan haruslah berpusat kepada Tuhan. Pendidikan diberikan kepada siswa agar siswa semakin mengenal siapa Allah dan karya-karya-Nya dalam dunia.
· Student Oriented; siswa adalah pusat dalam pengajaran. Dalam hal ini pendidikan diberikan kepada siswa dengan tujuan agar siswa lebih mengenal siapa itu Tuhan mereka dan karya ciptaan-Nya. Siswa mengetahui eksistensi mereka di dunia dan mnegetahui kebanaran yang absolute dalam Tuhan Allah.
· Teacher Directed; agar seorang siswa mengalami pendidikan yang baik, mereka tidak hanya dapat mengandalkan diri mereka sendiri. Untuk itu, dibutuhkan seorang guru yang berperan sebagai pembimbing yang membantu siswa tetap di dalam kebenaran yang sejati. Sehingga kebenaran yang mereka dapatkan dapat sesuai dengan Firman Allah dan tidak melenceng.
· Pendidikan Holistik; dalam hal ini, pendidikan holistic yang dimaksudkan adalah pendidikan bukan hanya sekedar ilmu saja. Akan tetapi, pendidikan mencakup segala aspek dalam diri siswa, misalnya perkembangan karakter siswa dan mencakup keseharian siswa. Siswa tidak boleh hanya berkembang dalam ilmu pengetahuan tetapi lemah dalam karakter. Perkembangan karakter dan ilmu pengetahuan dalam diri siswa haruslah seimbang.
Penetapan aturan Tuhan atas semua aspek kehidupan seseorang dan dunia adalah inti dari penciptaan dan mandate budaya yang dicatat dalam kejadian 1:28, sedangkan mandat lain akan menyusul. Semua ini memberikan tugas kepada umat mansuia penyingkapan dan kemajuan kerajaan Allah di bumi sebagi wakil Tuhan atau pembawa gambar Tuhan.
Adapun, aspek-aspek yang mendasari filsafat pendidikan Kristen ini adalah sebagai berikut:
1. Epistemogi
· Yesus adalah terang dan jalan kebenaran. Sesuai dengan iman yang kita miliki, satu hal yang paling sesuai untuk epistemology adalah bahwa Yesus merupakan terang dan jalan kebenaran. Kehidupan kekal hanya bisa kita dapatkan dari Dia. Dengan kata lain, tidak ada jalan menuju kekekalan bila tidak melalui Dia. Bagaimna kita membuktikan hal ini? Ada dua buah cara untuk menentukan epistemology, yaitu dengan menggunakan panca indera dan kesakasian. Dan, untuk membuktikan hal ini sudah banyak kesaksian yang diberikan mengenai hal ini secara turun temurun.
· Tidak ada kebenaran di luar kerangka metafisika Allah. Semua kebenaran yang ada di dunia ini tidak ada yang di luar Alkitab, tetapi semuanya juga tertulis dalam Alkitab. Akan tetapi, semua kebenaran tersebut tercakup dalam Alkitab. Alkitab hanya memberikan kebenaran secara garis besar, tidak menjelaskan suatu hal secar keseluruhan. Contohnya saja air, Allah yang menciptakan air tapi tidak dijelaskan bahwa air mengandung H2O.
· Without God we can’t, without us God will not. Satu epistemology yang kami percayai adalah bahwa tanpa Allah kita tidak akan mampu, dan tanpa kita, manusia Allah tidak akan. Tanpa Tuhan menyertai kehidupan kita dan saat kita hanya menggunakan atau mengandalkan kekuatan kita sendiri, kita tidak akan sanggup untuk melakukan apa-apa. Sedangkan, tanpa manusia kemuliaan Tuhan tidak akan dinyatakan.
2. Aspek Aksiologi
Aspek aksiologi merupakan aspek filsafat yang berkaitan dengan nilai tertinggi, dan bermakna. Aspek ini terbagi dalam nilai etika dan estetika. Pada awalnya manusia dicipta segambar dan serupa dengan Allah, dan dalam eksistensinya manusia dicipta sebagai mahluk yang memuliakan Allah. Akan tetapi semua itu berubah sejak kejatuhan manusia dalam dosa. Manusia tidak dapat menjalankan fungsi dan tugasnya seperti sedia kala. Hubungan manusia dengan Tuhanpun terputus. Sebagai makhluk yang religius, manusia terus mencari keberadaan Tuhan itu sendiri. Hal ini dapat kita lihat dalam kehidupan dan kebudayaan manusia, khususnya di Asia yang masih banyak melakukan pemujaan kepada berhala. Sayangnya, usaha manusia ini tidak akan pernah berhasil dalam menemukan Tuhan. Pertemuan itu hanya akan terjadi apabila Tuhan sendiri yang berinisiatif. Kedatangan Kristus ke dunialah yang menjadi titik balik hubungan manusia dengan Allah. Melalui kematian Kristus di kayu salib, Allah menunjukkan kasih dan keadilan yang sesungguhnya. Hubungan manusia didamaikan dengan Allah, dan dilayakkan kembali untuk datang kepada Allah, bahkan disebut anak-anak Allah. Ia menegaskan bahwa Dialah Allah yang penuh kasih dan adil sehingga Dia harus mendisplinkan umat-Nya. Berdasarkan hal ini, adapun maksud pendidikan dilihat dari segi moral ialah membawa siswa untuk menyadari keberadaan dan keterbatasan dirinya yang berdosa di hadapan Tuhan. Pendidikan mengarahkan siswa pada kesadaran akan keberdosaan dirinya dan hanya melalui Kristulah mereka bisa kembali berdamai dengan Allah. Di samping itu, melalui salib Kristus siswa diajak untuk melihat nilai moral yang paling tinggi, yaitu Kristus sendiri. Dalam salib Kristus nilai-nilai moral yang sesungguhnya terpresentasikan. Bahkan melalui salib Kristus, manusia diperdamaikan dengan Allah dan status manusia pun menjadi baru. Manusia menjadi anak-anak Allah yang menjadi terang dan membawa energi dari terang itu sendiri yaitu cahaya, dimana cahaya itu yaitu siapakah sebenarnya kita ini? Kita adalah anak-anak Allah yang telah, sehingga kita harus menjadi surat yang terbuka yang dapat dibaca setiap orang .
Nilai estetika sendiri menekankan pada keindahan. Pada saat Allah menciptakan dunia ini, Allah selalu mengatakan bahwa segala sesuatunya baik. Nilai estetika disini bukan menekankan pada keindahan alam namun keindahan manusia itu sendiri, karena dicipta segambar dan serupa dengan Kristus. Setiap manusia memiliki keindahan tersendiri, antara yang satu dengan yang lain pasti memiliki perbedaan, baik wajah maupun karakter. Dengan begitu banyaknya populasi manusiadi dunia ini, kita tentu bisa membayangkan betapa menakjubkan ciptaan Allah yang benama manusia ini. Akan tetapi, karena keberdosaan kita keindahan yang terpancar bukan lagi dari dalam jiwa kita. Kejatuhan manusia membuat manusia tidak lagi mencerminkakan dan mempresentasikan Allah yang semula. Seperti halnya dengan pelita, pelita tidak akan menunjukkan cahayanya apabila tidak memiliki sumber cahaya itu sendiri. Dan dia hanya akan menjadi pelita yang pasif dan tak lagi disebut pelita apabila tidak menjalankan fungsinya. Pendidikan merupakan pelita yang harus terus menyala untuk menerangi dan menuntun manusia-manusia berharga yang Allah ciptakan kembali kepada-Nya. Namun, sebagai pelaku pendidikan kita harus terus diperbaharui oleh Roh Kudus, yaitu dengan membaca firman-nya dan terus membangun hubungan pribadi dengan Tuhan.
3. Aspek Ontologis
Aspek Ontologis merupakan aspek yang mempelajari tentang sifat dasar eksistensi (keberadaan). Apabila kita lihat dari aspek ontologisnya, eksistensi atau keberadaan pelita tanpa cahaya tidaklah berarti. Hal ini dikarenakan, pada esensinya pelita merupakan alat penerang, sehingga apabila pelita tanpa cahaya, maka ia tidak lagi menghidupi esensitasnya. Ia mati dan tak berguna tanpa cahaya. Begitu pula dengan pendidikan yang tanpa Firman Allah sebagai sumber cahayanya adalah sia-sia. Pendidikan akan percuma apabila di dalam pendidikan itu sendiri, ia tidak mengajarkan ajaran Tuhan yang adalah cahayanya, seperti yang tertulis dalam Mazmur 119:105, Firmanmu terang bagi jalanku..... Melalui hal ini, terlihat bahwa yang menjadi fokus dari pelita atau pendidikan itu ialah cahaya itu sendiri, yaitu Firman Allah. Adanya cahaya yang terpancar dari pelita menyala menghidupkan fungsi pelita.
Akan tetapi, kita juga tidak boleh lupa bahwa pada realitasnya, cahaya dari pelita yang menyala itu akan berguna apabila ia ditempatkan di tempat gelap. Adapun kegelapan yang dimaksud ialah mengenai keberadaan manusia. Keberadaan manusia yang walaupun secara religius dalam esensinya mempunyai kapasitas untuk menyembah dan secara relasional dalam posisinya berhubungan dengan Tuhan, orang lain, dan ciptaan, tidaklah lagi mencerminkan Tuhan dalam arah atau mewakili Dia dalam tugas serta fungsinya. Melalui hal ini, kita dapat melihat bahwa ciptaan Allah yang semenjak semula adalah sungguh amat baik (Kejadian 1:31a) karena menggambarkan Dia dalam struktur, sebagai makhluk religius dan relasional, dan secara moral, sebagai cerminan dan wakil-Nya telah rusak oleh dosa. Posisi manusia yang tadinya menghadap Tuhan sebagai bentuk perwujudan ketaatan dan responnya pada Allah, sekarang tidak ada lagi. Manusia menjauh dari Tuhan dan berbeda arah sehingga ia tidak dapat mencerminkan Dia. Selanjutnya, sebagai gambaran Allah dalam tugasnya, manusia pun telah gagal. Dosa membuat manusia tidak bisa mewakili Allah dalam tugas kerajaan, yaitu mengasihi Tuhan secara responsif, mengasihi orang lain secara bertanggung jawab, dan berkuasa atas ciptaan sebagai pengurus yang bertanggung jawab. Tidak hanya itu, dosa juga telah membuat manusia tidak bisa mewakili Allah dalam fungsinya yang melalui jabatan nabi (mengatakan kebenaran Tuhan), imam (melayani Tuhan), dan raja (memerintah dalam nama Tuhan).
Di sinilah peran serta tujuan dari pendidikan sebagai pelita yang menyala itu. Allah yang adalah Kasih dan Adil tidak membiarkan manusia terus terpuruk dalam keadaannya. Allah menganugerahkan Yesus untuk menjadi tebusan atas dosa-dosa manusia sehingga manusia bebas dan hidup dalam ciptaan baru dan terus bertumbuh untuk serupa dengan Yesus. Melalui pendidikan Kristen, Allah membukakan satu per satu rahasia-Nya. Pendidikan Kristen Allah gunakan untuk menunjukkan kemuliaan-Nya melalui setiap komponen yang ada dalam pendidikan itu sendiri dengan menuntun dan membawa siswa pada jalan kebenaran menuju rencana Allah yang semula. Hal ini dikarenakan pendidikan Kristen itu sendiri bersumber pada kebenaran firman Tuhan. Oleh karena itu, adalah menjadi hal yang penting bahwa pelaku-pelaku pendidikan Kristen haruslah manusia-manusia yang telah diubahkan dan telah menjadi pengikut Kristus. Pelaku pendidikan harus mampu menjadi Kristus kecil sehingga terang cahaya dari pelita itu semakin terang dan menyebar. Dan sebagai pelita, pelaku pendidikan pun harus terus diperbaharui oleh Roh Kudus dengan selalu membaca firman-Nya dan selalu berdoa menjalin hubungan pribadi dengan-Nya. Dengan demikian, pelita itu terus menyala.

III. KESIMPULAN
Berdasarkan paparan di atas, pendidikan Kristen merupakan pendidikan yang bersumber pada Kristus yang menuntun setiap siswa kepada kebenaran menuju rencana Allah yang semula yang tertera di dalam Kejadian 1:28. Karena keterbatasan manusia dalam pengenalan akan Tuhan, maka salah satu tujuan pendidikan yaitu menyingkapkan siapakah sebenarnya manusia dihadapan Allah, apa tujuan Allah dalam hidup manusia, siapakah Allah itu sendiri dan bagaimana cara manusia meresponi panggilannya dalam kehidupan. saat manusia menyadari siapakah diri mereka sebenarnya, dan mampu memandang kepada salib Kristus dan mengerti makna penebusan bagi hidup mereka yang penuh dengan keberdosaan danketerbatasan dalama pengenalan akan Tuhan.
pendidikan tidak hanya membicarakan masalah pengetahuan, tetapi apa rahasia Allah dalam pengetahuan itu, pendidikan harus menjadi terang bagi tiap siswa agar mereka mengatahui siapakah Allah yang mereka sembah sebenarnya. Setelah siswa mengerti siapakah mereka dihadapan Allah, dan mengenal Allah yang sesungguhnya maka siswa harus membawa Kristus dalam setiap kehidupan mereka yaitu dengan menjadi serupa seperti Kristus dan membawa terang irtu kemanapun mereka pergi dan setiap orang dapat melihat Kristus dalam kehidupan anak tersebut. Maka perintah untuk menjadikan semua bangsa sebagai murid Kristus akan terjadi, pendidikan tidak akan pernah berhenti hanya sampai pada masa kita saja, namun akan terus berlanjut sampai saat dunia akan berakhir. Pada akhirnya pendidikan harus dikembalikan lagi kepada Allah yang menciptakan dan yang menjadi segala sumber pengetahuan itu sendiri, sebab segala rahasia ada didalam Dia. Dibutuhkan hikmat dan pengertian dalam menjalankan sebuah pendidikan terlebih saat guru akan mengajarkan pengetahuan kepada siswa, karena kita mempertaruhkan masa depan anak tersebut, dan harus mempertanggungjawabkan apa yang telah kita ajarkan kepada Tuhan.



penulis:
1. Desiana Natalia
2. Maria Olivia
3. Marini F.
4. Pridawati S.
5. Sri Rejeki

Tidak ada komentar:

Posting Komentar